MAKALAH KIMIA ANALITIK UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK KASAR SENYAWA ANTIBAKTERI PADA BUAH BELIMBING WULUH ( Averrhoa bilimbi L.) DENGAN VERIASI PELARUT
MAKALAH KIMIA ANALITIK
UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK KASAR SENYAWA
ANTIBAKTERI PADA BUAH BELIMBING WULUH (
Averrhoa bilimbi L.)
DENGAN VERIASI PELARUT

Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Halimah Tun Sadiah (J1A116002)
Friska Dilla Najunda ( )
Hamka
Siti Syahrona ( )
Kartini Ganne Margareth ( )
Amelia Sari ( )
Pristi Nadia Sapira (J1AII6012 )
Ismanto ( )
THP GENAP
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kesehatan dan
rahmat-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam semoga tercurah
limpahkan kepada nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyusunan makalah ini secara umumnya dan kepada Dosen Pengampu Mata
Kuliah Kimia Analitik, Ibu Rahayu Suseno, S.TP.,M.P. secara khususnya.
Kami
menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena kami
masih dalam tahap pembelajaran. Namun, kami tetap berharap agar makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kritik
dan saran dari penulisan makalah ini sangat penulis harapkan untuk perbaikan
dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terimakasih.
PENULIS
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
negara yang kaya akan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Belimbing wuluh
adalah salah satu tanaman yang belum dibudidayakan secara khusus. Belimbing
wuluh termasuk dalam spesies dari keluarga averrhoa. Populasi tanaman ini
sangat melimpah, karena pada umumnya belimbing wuluh ditanam dalam bentuk
kultur pekarangan sebagai usaha sambilan atau tanaman peneduh di halaman rumah.
Kelebihan tanaman ini adalah salah satu jenis tanaman tropis yang dapat berbuah
sepanjang tahun.
Belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering
digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman ini mengandung banyak vitamin C
alami yang berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap
berbagai penyakit. Beberapa penyakitnya yaitu seperti batuk, diabetes, rematik,
gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat, diare sampai tekanan
darah tinggi. Selain itu, belimbing wuluh juga mengandung vitamin dan mineral
lain, yaitu ribovlavin, vitamin B1, niacin, asam askorbat, carotene, vit A,
sedang mineralnya antara lain phosphor, kalsium dan besi, Bagian tanaman yang
sering digunakan sebagai obat adalah buah dan daunnya.
Dikatakan tanaman ini
banyak mengandung vitamin C yang berguna
sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai penyakit.
Penyakit yang datang menyerang berasal dari mikroba yang ada di lingkungan
sekitar kita. Mengingat pentingnya kesehatan, kita wajib menjaga kebersihan
makanan maupun lingkungan dan juga melakukan upaya pencegahan. Untuk itu materi
ini sangat penting dibahas agar upaya pencegahan dapat terlaksana.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa
saja kandungan yang terdapat pada belimbing wuluh?
b) Dapatkah
belimbing wuluh dijadikan sebagai antimikroba?
c) Bagaimana
cara menjadikan belimbing wuluh sebagai antimikroba?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
kandungan yang terdapat pada belimbing wuluh.
2. Mengetahui
apakah belimbing bisa dimanfaatkan sebagai antimikroba.
3. Mengetahui
cara menjadikan belimbing wuluh antimikroba.
1
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Belimbing
wuluh
Belimbing wuluh di
indonesia di kenal dengan pohon buah yang mudah tumbuh dan terkadang tumbuh
liar pula terdapat pada tempat yang tidak ternaungi dan cukup lembab, tumbuhan
ini tumbuh didaerah dengan ketinggian hingga 500 meter diatas permukaan laut.
Bushnya memiliki rasa asam yang sering digunakan sebagai bumbu masak, jus, dan
campuran ramuan jamu (Yuska, 2008 : 23).
2.1.1
Klasifikasi umum tanaman
Tanaman belimbing wuluh
dibagi menjadi dua jenis yaitu : belimbing manis (Averrhoa carambola) dan
belimbing asam (Arrhoa blimbi) atau` biasa disebut belimbing wuluh.
Berdasarkan hasil determinasi simplisia belimbing wuluh adalah sebagai berikut
(Samson J.A, 1992-96-98).
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida (Dicots)
Anak kelas : Rosidae
Bangsa :
Geraniales
Famili :
Oxalidaceae
Genus :
Averrhoa L.
Spesies :
Averrhoa bilimbi L.
2.1.2.
Morfologi belimbing wuluh
Pohon belimbing wuluh berkayu keras,
tetapi kayu pohon belimbing wuluh tidak dapat digunakan sebagai bahan bangunan
dan hanya untuk kayu bakar. Tinggi pohon dapat mencapai 12 meter dengan
penampilan yang ramping dan tidak terlalu besar. Tanaman bercabang banyak dan
cenderung tumbuh ke samping (horizontal). Daun belimbing wuluh termasuk majemuk
menyirip ganjil. Anak daun bersusun berhadapan atau berseling pada tangkai
bersama tersebut umumnya ganjil. Tulang daunnya menyirip dan lonjong samapaI dengan
pangkal daun melebar di ujung daun, dan meruncing. Bunga belimbing wuluh
terdiri atas 5 helai mahkota. Bakal buah memiliki 5 ovulum. Kuntum bunga
belimbing kecil, lemah, dan mudah gugur (Purwaningsih, 2010).
2
2.1..3.
Manfaat tanaman
Buah belimbing wuluh dikenal dengan
tanaman obat, diantarnya sebagai antibakteri, kolesterol, tekanan darah tinggi,
diabetes melitis, memperbaiki fungsi pencernaan , radang rektum, dan sangat
baik untuk asupan kekurangan vitamin C. Rasa dan sejuk pada bush belimbing
wuluh dapat menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang,
peluruh kencing (wijayakusuma, 2006). Sebagian masyarakat indonesia juga
memanfaatkan belimbing wuluh sebagai
bumbu masakan dan pengawet ikan (monalisa: widiana, 2011). Salah satu
akktivitas dari buah belimbing wuluh adalah aktifitas antibakteri. Antibakteri
adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri.
Antibakteri biasanya dijabarkan sebagai suatu zat yang digunakan untuk
membersihkan permukaan dan menghilangkan bakteri yang berpotensi membahayakan
(volk dan wheeler).
2.1.4. Kandungan kimia
Buah
belimbing wuluh memiliki senyawa flavonoid, saponin dan triterpenoid. Susunan
kimia yang terkandung didalam belimbing wuluh yaitu : asam amino, asam sitrat,
fenolat, ion kalium, gula serta vitamin dan mineral (roy dkk, 2011).
Tabel 1.1 Komposisi vitamin dalamm buah belimbing wuluh
(mg/100g)
Kandungan
|
Jumlah
|
Riboflavin
|
0,026
|
Niacin
|
0,302
|
Asam askorbat
|
15,6
|
Karoten
|
0,035
|
Vitamin A
|
0,036
|
Vitamin B1
|
0,01
|
Tabel 1.2 komposisi mineral dalam buah belimbing wuluh
(mg/100gr)
Kandungan
|
Jumlah
|
Fosfor
|
11,1
|
Kalsium
|
3,4
|
Besi
|
1
|
Dalam
buah belimbing wuluh terkandung sekitar 6 mg/kg total senyawa volatil. Adapun
kandungan senyawa alami dari buah belimbing wuluh yang mempunyai efek
antibakteri adalah golongan flavonoid dan fenol. Aroma khas buah belimbing
wuluh varietas hijau merupakan interaksi antara senyawa nonanal, dan
(E)-2-Nonenal. Sedangkan senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pada buah
belimbing wuluh adalah (Z)-3-heksanol.
3
Ekstrak
daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin.
Flavanoid merupakan senyawa yang mudah larut dalam pelarut polar seperti
etanol, butanol, dan aseton. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang
terbesar yang ditemukan di alam. Flavanoid golongan terbesar dari senyawa
fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus,
bakteri dan jamur.
Flavonoida
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua
cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk
suatu susunan C6-C3-C6, yang diketahui mempunyai berbagai khasiat, seperti
antiradang, memperlancar pengeluaran air seni, anti virus antijamur,
antibakteri, antihipertensi, mampu menjaga dan meningkatkan kerja pembuluh
darah kapiler.
Flavonoid
bekerja dengan cara denaturasi protein. Proses ini juga menyebabkan gangguan
dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi
membran sel yang terganggu dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas sel,
diikuti dengan terjadinya kerusakan sel bakteri. Kerusakan tersebut menyebabkan
kematian sel bakteri. Flavonoid berfungsi untuk menjaga pertumbuhan normal,
pertahanan terhadap pengaruh infeksi dan kerusakan.
Senyawa
tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan yang
terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Senyawa ini tidak larut dalam
pelarut non polar, seperti eter, kloroform dan benzena tetapi mudah larut dalam
air, dioksan, aseton dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat. Tanin
merupakan himpunan polihidroksi fenol yang dapat dibedakan dari fenol-fenol
lain karena kemampuannya mengendapkan protein. Senyawa ini mempunyai aktivitas
antioksi dan menghambat pertumbuhan tumor. Tumbuhan yang mengandung tanin
antara lain daun teh, daun jambu biji dan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn). Senyawa tanin
dapat digunakan sebagai anti diare dan antipiretik. Tanin pada saat ini sudah
banyak diisolasi dari tanaman dan dapat dijumpai di pasaran berupa bubuk atau
serbuk putih kekuningan, amorf, beraroma khas. Tanin atau asam tannat biasanya
mengandung H2O 10%.
Tanaman
memproduksi tanin sebagai upaya pertahanan melawan jamur dan bakteri pathogenik
serta melawan pemakannya seperti serangga dan herbivora. Tanin juga banyak
digunakan di masyarakat luas seperti pengobatan luka bakar, pada industri kulit
untuk mencegah pembusukan, pada industri tekstil dan industri tinta tanin
sebagai zat warna, pencegah korosi, pada industri minuman anggur sebagai
penjernih, pada pipa pengeboran minyak sebagai bahan fotografi dan menurunkan
viskositas lumpur.
Triterpenoid
merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan
nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Senyawa ini memiliki kerangka
karbon berasal dari 6 satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C asiklik yaitu 30 skualena. Senyawa ini berstruktur siklik
4
yang
kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa ini masuk
dalam deret triterpena pentasiklik.
2.2.
Freeze Dryer
Prinsip kerja alat ini
adalah merubah fase padat/freeze menjadi fase gas (uap). Proses pengeringan
beku yaitu menggunkan bahan yang dikeringkan terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan tekanan rendah sehingga kandungan
air yang sudah menjadi es akan langsung menjadi uap, yang sering disebut dengsn
sublimasi. Pengeringan menggunajkan alat freeze dryer/pengering beku lebih aman
terhadap resiko terjadinya degradasi senyaw dalam ekstrak. Hal ini kemungkinan karena
suhu yang dugunakan untuk mengeringkan ekstrak cukup rendah.
2.3.
Parameter non spesifik dan spesifik
Parameter dijadikan
untuk pengujian yang dilakukan terhadap serbuk buah belimbing wuluh meliputi
parameter spesifik dan non spesifik.
2.3.1 .
Parameter non spesifik
parameter
non spesifik merupakan pengujisn fisika, kimia dan mikrobiologi yang dilakukan
terhadap serbuk umtuk menjamin mutu serbuk pada setiap bets produksi.
1) Kadar
air
Pengukuran kandungan air yang berada di
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi,
atau gravimetri. Tujuannys adalah untuk memberikan bstasan minimal atau rentang
besanrya kandungan air didalam bahan (depkes RI, 2000)
2) Kadar
abu
Pengukuran parameter kadar abu dilakukan
dengan memanaskan bahan pada temperatu diman senyawa organik dan turunannya
didestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorgnaik.
Tujuannya yaitu untuk memberikan gmabaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (depkes RI,
2000).
2.3.2.
Parameter
spesifik
Parameter
spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun hanya dimiliki oleh
ekstrak tanaman yang bersangkutan. Parameter spesifik meliputi:
5
1) parameter
organoleptik ekstrak
dilakukan dengan mengunakan panca indera
yang mendeskripsikan bentuk, wanrna, bau dan rasa. Tujuannya adlah untuk
pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin.
2) Parameter
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Yaitu kadar larut air dan etanol
melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentikan jumlah
solute yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri.
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
2.4 Pengertian senyawa aktif
Tumbuhan umumnya
mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lai-lain. Senyawa
metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan
bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan
hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
2.4.1
Alkaloid
Akaloid merupakan golongan senyawa aktif
tumbuhan yang terbesar. Satu-satunya sifat alkaloid yang terpenting adalah
kebasaannya. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang sering kali terdapat dalam
cincin heterosiklik. Penggolongan alkaloid dilakukan berdasarkan sistem
cincinnya, misalnya piridina, piperidina, indol, isokuinolina, dan tropana.
Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan
sebagai garam berbagai senyawa organik dan sering ditangani di
laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat.
2.4.2
Flavonoid
Flavonoid
merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas dialam sesuai struktur kimianya
yang termasuk flavonoid yaitu flavonol, flavon, flavanon, katekin,
antosianidin, dan kalkon (Harbone, 1984) golongan flavonoid dapat digambarkan
dengan deretan senyawa C6-C3-C6. Artimya, kerangka karbonnya terdiri stas dua
gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) dismbungkan oleh rantai alifatik
tiga-karbon. Zakaria et al (2007) memperikirakan bahwa senyawa flavonoid yang
terkandung dalam belimbing wuluh adalah tipe luteolin dan apogenin.
6
2.4.3.
Tanin
Tanin
merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa
sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secarakimia tanin dibagi menjadi
2 golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin
terhidrolisis (Robinson, 1995) . tanin terkondensasi dapat dalam paku-pakuan,
gymnospermae, dan angiospermae. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua (Harbone, 1984).
2.4.3
Saponin
Saponin
berasal dari bahasa latin sapo yang berarti sabun, karena sifatnya menyerupsi
sabun. Saponin merupakan glikosida triterpenoid dan sterol (robinson, 1995)
terdiri dari gugus gula yang berikatsn dengan aglikon atau sapogenin. Saponin
adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa bila dikocok
dalam air dan pada konsentrasi yang lemah sering menyebabkan hermolisis pada
sel darah merah ( cheeke, 2004 dalam Faradisa, 2008).
2.4.4
Triterpenoid
Triterpenoid
merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan
nabati dengan penyulingan sabagai minyak atsiri. Triterpenoid terdiri atas
kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 berupa 4 siklik 6
yang mempunyai gugus pada siklik tertentu (Lenny, 2006b). Senyawa ini paling
umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas, dan sebagai glikosida. Triterpena
alkohol monohidroksi dalam tumbuhan tidak dibarengi dengan pigmen, sedangkan
triterpenadiol berada bersama-sama dengan karotenoid dab triterpena dengan
flavonoid (Robinson, 1995).
2.4.5
Steroid
Steroid
merupakan golongan lipid yang diturunkan dari sneyawa jenuh yang dinamakan
siklopentanahidrofenantrena, yang memiliki inti dengan empat cincin. Beberapa
turunan teroid yang penting ialah alkohol teroid atau sterol. Steroid antara
lain adalah asam empedu, hormon seks, hormon kortikosteroid. Senyawa lain steroid
terdapat dalam tubuh makhluk hidup. Steroid yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan disebut fitosterol sedangkan yang ditemukan dalam jaringan hewan
dinamakan kolesterol (Robinson,1995).
7
2.5.
Uji
antibakteri
2.5.1
Antibakteri
Bahan antibakteri
diartikan sebagai bahan yang mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat
pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri. Cara kerja bahan antibakteri antara lain
dengan merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein
dan asam nukleat, menghambat kerja enzim, serta menghambat sintesis asam
nukleat dan protein.
Pemakaian antibakteri
yang berlebihan menyebabkan mikroba yang semula sensitif terhadap antibiotik
menjadi resisten. Oleh karena itu, senyawa antibakteri resisten tersebut.
Resintesis sel mikroba ialah suatu sifat tidak tergangggunya kehidupan sel
mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah
untuk bertahan hidup. Resistensi dibagi dalam kelompok resistensi genetik,
resistensi nongenetik dan resistensi silang. Mekanisme resistensi terhadap
antimikroba antara lain : perubahan tempat kerja (target site) obat pada
mikroba; mikroba menurunkan permeabilitasnya hingga obat sulit masuk ke dalam
sel; inaktivasi obat oleh mikroba; mikroba membentuk jalan pintas untuk
menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba dan meningkatkan produksi
enzim yang dihambat oleh antimikroba.
2.5.2.1.1. Bakteri
Uji
Staphylococcus
aureus adalah bakteri gram positif, selnya berbentuk bola
dengan garis tengah 0,5-1,5 µm tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur. S. Aureus tidak memiliki kapsul dan
spora, serta tidak diketahui adanya stadium istirahat. Dinding selnya
mengandung dua komponen utam, yaitu peptidoglikan serta asam tekoat yang
berkaitan dengannya. S. Aureus
bersifat anaerob fakultatif, tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan
aerobik. Suhu optimum mencapai 35-40 ºC. Bakteri tersebut berasosiasi dengan
kulit, kelenjar kulit dan selaput lendir hewan berdarah panas.
Escherichia
coli
adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang pendek lurus (kokobasil),
dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm. E.
Coli tidak memiliki kapsul dan spora. Bersifat anaerob fakultatif, tumbuh
dengan mudah pada medium nutrien sederhana.
Pada umumnya, bakteri
gram positif mudah dimatikan oleh penisilin, gramisidin, atau lebayung gentian
berkadar rendah, sedangkan bakteri gram negatif lenih tahan terhadap
senyawa-senyawa tersebut di atas, namun cukup peka terhadap streptomisin. Pada
penelitian ini digunakan kontrol positif penisilin untuk bakteri S. Aureus dan kontrol positif
streptomisin untuk bakteri E. Coli.
8
2.6
Pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri
Istilah pertumbuhan
umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain, biasanya mengacu pada
pertambahan jumlah atau massa sel dan bukan perubahan individu organisme.
Apabila bakteri diinokulasikan ke dalam suatu medium yang sesuai dan pada
keadaan yang optimum bagi pertumbuhannya, maka terjadi kenaikan jumlah yang
amat tinggi dalam waktu yang relatif pendek.
Bakteri berkembang biak
dengan cara membelah diri. Interval waktu yang dibutuhkan bakteri untuk
membelah diri berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya: E. coli membelah diri setiap 15-29 menit
dan S. Aureus membelah diri setiap
27-30 menit.
9
BAB II
METODE PENELITIAN
3.1.
Bahan dan alat penelitian
3.1.1
alat penelitian
·
Alat yang digunakan untuk proses
ekstraksi dan identifikasi dalam penelitian ini adalah pisau,oven, neraca
analitik, seperangkat alat gelas, rotary evaporator dan seperangkat alat FTIR
merk shimadzu. Alat yang digunakan untuk uji anti bkteri adalah cawanpetri, tabung
reaksi, kerts,kapas, botol media, jarum ose, inkubator, pinset, autoklaf,
bunsen, pipet mikro, dan penggaris.
3.1.2.
bahan penelitan
·
Bahan utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah buah belimbing wuluh kering. Bahan kimia yang digunakan
untuk ekstraksi adalah p.a yitu : aquades, metanol 80 %, kloroform (CHClᴈ) dan
petroleum eter. Sedangkan bahan kimia lainnya antara lain : asam sulfat, reagen
dragendorf, serbuk Magnesium, asam klorida, besi (III) klorida, asam asetat,
dan kertas saring.
·
Uji antibakteri digunakan bahan-bahan
sebagai berikut : nutrien agar, alkohol 90%, kertas wathman, akuades steril,
wrap serta biakan bakteri Staphylococcus
aureus dan E. Coli.
3.2.rancangan penelitian
·
Penelitian ini dilaksanakan dengan
rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan
dengan 5 jenis pelarut yang memiliki kepolaran berbeda yaitu aquades, metanol,
etanol, kloroform, dan petroleum, eter. Masing masing ekstrak diuji aktivitas
antibakterinya pada konsentrasi 100 mg/mL untuk memperoleh ekstrak-ekstrak
terbaik. Uji efektifitas antibakteri dari ekstrak buah belimbing wuluh terhadap
bakteri S. Aureus dan E. Coli dilakukan secara in vitro menggunakan metode
difusi cakram dengan analogi penentuan diameter zona hambatan.
·
Pengujian antibakteri dari ekstrak
terbsik disusun dalam rrancangan acak dengan perlskuan 8 perlakuan konsentrasi.
Masing-masing perlakuan diulang 3 kali, sehingga ada 24 satuan percobaan.
Perlakuan yang dilakukan :
K1 = 100mg/ml
K2 = 150 mg/ml
K3 = 200 mg/ml
K4 = 250 mg/ml
K5 = 300mg/ml
10
K6 = 350 mg/ml
K7 = 400mg/ml
K8 = 450 mg/ml
3.3.tahapan
penelitian
1.
reparasi sampel
2.
ekstraksi buah belimbing wuluh
3.
uji golongan sneyawa aktif
4.
uji anti bakteri
5.
identifikasi gugus fungsi senyawa aktif
dengan FTR
3.4.Cara kerja
3.4.1. persiapan
sampel
sebanyak
11 kg buah belimbing wuluh dicuci
bersih, diiris tipis dan dikeringkan dalam oven pada suhu 37-40˚ C selama 4-5
jam kemudian dijemur sampai memperoleh berat konstan. Bush belimbing wuluh
kering kemudian dihaluskan menjadi serbuk, hasil yang diperoleh digunsksn
sebagai sampel penelitian.
3.4.2. ekstraksi
buah belimbing wuluh dengan metode maserasi
serbuk
buah belimbing wuluh masing-masing sebanyak 200 ml akuades, metanol, etanol,
kloroform dan petroleum eter selama 3x24 jam dengan beberapa kali pengadukan.
Kemudian larutan ekstrak buah belimbing
wuluh disaring.Filtrat ekstrak buah belimbing wuluh dipekatkan dengan ratory
evaporator dan ditimbang. Ekstrak pekat
yang diperoeh digunakan untuk uji golongan senyawa dan uji antibakteri.
3.4.3. Uji
efektifitas anti bakteri
3.4.3.1.Sterilisasi
alat
Serilisasi
alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaiut dengan cara semua alat
dibungkus menggunakan kertas dan disterilkan dalam autoklaf pada 121˚C dengan
tekanan 15 psi selama 15 menit. Alat yang tidak tahan terhadap panas dapat
diterilkan dengan alkohol 90%
3.4.3.2.
Penyiapan media
Pembuatan
media dilakukan dengan cara 1 g nutrien agar dilarutkan dalam 50 ml akuades.
Suspensi yang dihasilkan dipanaskan sampai mendididh, kemudian dimasukkan dalam
beberapa tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml dan ditutup dengan kapas.
Tabung tsb kemudian disterilkan dalam autoklaf pada 121 C dengan tekanan 15
psi.
3.4.3.3.
Peremajaan biakan murni
Biakan
murni diremajakan pada media padat adar mirng dengan cara menggoreskan ose yang
mengandung bakteri S aureus dan E coli secara aseptis yaitu mendekatkan
11
pada nyala api saat menggoreskan jarum ose.
Tabung reaksi ditutup kembali dengan kapas dan diinkubasi selama 48 jam pada
suhu 37˚C dalam inkubator.
3.4.3.4.
Pembuatan biakan aktif
Satu
ose hasil peremajaan biakan murni bakteri dibiakkan dalam 10 ml akuades steril
dan dihomogenkan. Larutan ini berfungsi sbg biakan aktif.
3.4.3.5.Uji
antbakteri
Media
padat yang telah dipanaskan hingga cair, didinginkan samapai suhu ±40˚C dan
dituangkan dalam cawan petri steril. Kemudian ditambahkan 0,1 ml larutan biakan
aktif bakteri dan dihomoenkan kemudian dibiarkan hingga memadat. Kertas cakram
diresapkan dalam ekstrak dan kontrol. Proses peresapan dilakukan dengan cara
meneteskan 20 mikroliter kontrol posotif. Diameter zona hambatan diukur dengan
cara mengurangi diameter keseluruhan dengan diametger cakram.
Uji
antibakeri dilakukan dalam 2 tahap. Tahap 1 bertujuan untuk mengetahui ektrak
terbaik (konsentrasi ekstrak 100mg/ml). Tahap 2 dilakukan apabila telah diketahui
ekstrak terbaik, ekstrak tsb diji untuk mengetahui efektifitas senyawa bakteri
pada belimbing wuluh ( konsentrasi
ekstrak)
3.4.4.
Pengujian golongan senyawa aktif
3.4.4.1.Uji
alkaloid
Setengah
gram ekstrak sampel dari hasil ekstraksi ditambahkan 0.5 ml HCl 1% kemudian
ditambahkan 1-2 tetes reagen dragendorf. Apabila hasil pengujian menghasilkan
warna jingga, maka ekstrak positif mengandung alkaloid.
3.4.4.2.Uji
flavonoid
Setengah
gram ekstrak sampel dari hasil ekstraksi ditambahkan sengan 1-2 ml air panas
dan sedikit serbuk mg. Kemudian ditambahkan 4-5 tetes HCl 37% dan etanol 95%
dengan volume yang sama kemudian dikocok. Apabila timbul warna merah, kuning,
atau jingga, maka ekstrak positif mengandung flavonoid.
3.4.4.3.Uji
tanin
Setengah
gran ekstrak sampel dari hasil ekstraksi dimasukkan dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 1-2 ml air dan 2 tetes larutan FeC lᴈ 1 %. Apabila larutan menghasilkan warna hijau kebiruan,
maka ekstrak positif mengandung tanin.
3.4.4.4.Uji
saponin
Setengah
gram ekstrak sampel dari hasil ekstraksi ditambahkan 0,5 ml air panas kemudian
dikocok selama 1 menit. Apabila menimbulkan busa ditambahakan HCl 1 N, apabila
busa stabil selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm, maka ekstrak positif
mengandung saponin.
12
3.4.4.5.Uji
triterpenoid dan steroid
Setengah
gram ekstrak dari hasil ekstraksi ditambahkan 0,5 ml CHClᴈ dan 0,5 ml asetat
anhidrat. Kemudian ditetesi dengan 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung.
Apabila terbentuk warna ungu merah, maka ekstrak positif mengandung
triterpenoid. Sedangkan apabila terbentuk warna hijau atau biru, maka ekstrak
posotif mengandung steroid.
3.5.Analisis
data
Data efektifitas antibakteri dianalisis
ragam melalui uji F untuk menguji adanya pengaruh atau perbedaan antar
perlakuan variasi konsentrasi ekstrak buah belimbing wuluh terhadap
pertumbuhsan bakteri.
13
BAB
IV
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa
blimbi l) sebagai daya hambat pada bakteri mix saluran akar. Daun hambat
adalah kemampuan suatu zat untuk
menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri mix saluran akar gigi adalah sejumlah
bakteri yang terdapat di dalam saluran akar gigi yang dapat menyebabkan infeksi saluran akar. Saat ini mayoritas yang
di isolasi dari saluran akar adalah bakteri anaerob. Bakteri anaerob terbagi
menjadi 2 yaitu anaerob gram positif dan bakteri anaerob gram negatif.
Kandungan pada daun pada belimbing wuluh yang berperan sebagai
penghambat/membunuh bakteri mix saluran
akar adalah tanin, flafonoid, dan
sapononin. Ekstraksi daun belimbing wuluh di lakukan dengan menggunakan pelarut
etanol. Metode ekstraksi yang di pilih adalah maserasi, alasannya karena
pelaksanaannya sederhana serta untuk mengurangi kemungkinan terjadinya zat aktif yang terkandung dalam daun
belimbing wuluh oleh pengaruh suhu, karena dalam maserasi tidak ada proses
pemanasan (Kere,2011)
Penggunaan konsentrasi 10,5%, 11%, 12%
pada ekstrak daun belimbing wuluh di karenakan pada penelitian winarti, tahun
2005, menggunakan konsentrasi 0&, 1%, 1,5%, 6%, 7,5%, 9%,10,5%. Dari hasil
penelitian terbukti bahwa konsentrasi 10,5% memiliki efektifitas anti bakteri
terhadap bakteri staphylococcus aureus. Maka dari itu peneliti mencoba
menggunakan konsentrasi di atas dari 10,5%, yaitu 10,5%,11%, 12%, tetapi di
lakukan pada bakteri mix saluran akar gigi. Metode yang di gunakan pada
penelitian ini adalah metode dilusi.
Senyawa aktif daun belimbing wuluh yang
berkhasiat sebagai antibakteri adalah flavonoid, saponin,tanin, dan
steroid/triterpenoid. Untuk membuktikan bahwa adanya senyawa aktif tersebut di
lakukan uji identifikasi fotokimia.
4.1 Daun belimbing wuluh sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri
Senyawa aktif flavonoid
di dalam daun belimbing wuluh memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan
protein bakteri melalui ikatan hidrogen. Keadaan ini
14
menyebabkan struktur
dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung
protein menjadi tidak stabil sehingga
sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Selanjutnya, fungsi
permeabilitas sel bakteri akan terganggu dan sel bakteri akan
mengalami lisis yang berakibat pada
kematian sel bakteri. Komponen fenol juga dapat menyebabkan kerusakan dinding
sel.
Saat terjadinya
kerusakan membran sitoplasma, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid)
akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul
fosfolipida akan terurai menjadi
gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan membran
sitoplasma akan bocor dan pertumbuhan bakteri akan terhambat bahkan sampai
kematian bakteri. Kerusakan pada membran sitoplasma
mencegah masuknya bahan-bahan makanan
atau nutrisi yang diperlukan untuk menghasilkan energi.
Senyawa tanin merupakan
senyawa turunan fenol yang secara umum mekanisme antimikrobanya dari senyawa
fenol. Tanin merupakan growth inhibitor, sehingga banyak
mikroorganisme yang dapat dihambat
pertumbuhannya oleh tanin.Tanin mempunyai target pada polipeptida dinding sel.
Senyawa ini merupakan zat kimia yang terdapat dalam tanaman yang memiliki
kemampuan menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein sel
kuman gram positif maupun gram negatif. Aktivitas tanin sebagai antimikroba
dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu menghambat enzim
antimikroba dan menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara bereaksi dengan membran sel dan menginaktivasi enzim-enzim
esensial atau materi genetik. Selanjutnya,
senyawa tannin dapat membentuk komplek
dengan protein melalui interaksi hidrofobik sehingga dengan adanya ikatan
hidrofobik akan tejadi denaturasi dan akhinya metabolisme sel terganggu.
Mekanisme
aktivitas antimikroba dari triterpenoid dengan merusak fraksi lipid membran
sitoplasma, sehingga akan mengganggu proses terbentuknya membran dan
atau dinding sel. Sebagai akibatnya
membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.
Mekanisme kerja antibakteri tanin, flavonoid dan trritepenoid
diduga mampu merusak membran sitoplasma
dengan mekanisme kerja yang berbeda.
4.2.
Ektraksi buah belimbing wuluh
Ekstraksi merupakan
peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel ditarik oleh
pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut tersebut. Pada umumnya
ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan
dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia,
seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam pelaksanannya tidak selalu
demikian karena ektraksi masih tergantung juga pada sifat fisik dan kimia
simplisia yang bersangkutan.
15
Dalam metode ekstraksi
bahan alam, dikenal suatu metode maserasi. Maserasi merupakan suatu metode
ekstraksi menggunakan lemak panas. Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah
digantikan oleh pelarut-pelarut organik yang volatil. Penekanan utama pada
maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan
yang diekstraksi.
Maserasi merupakan cara
ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka
larutan yang terpekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air,
etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah
cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang
sempurna.
Pemilihan pelarut untuk
ekstraksi harus mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut : murah dan mudah diperoleh, stabil fisika dan
kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif
dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat.
4.3.
Preparasi sampel dan pengeringan buah belimbing wuluh.
Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini dibuat dari buah belimbing wuluh yang telah dikeringkan. Pengeringan
dilakukan terkait dengan sifat fisik dari buah belimbing wuluh yang mudah
busuk, dengan pengeringan diharapakan buah belimbing wuluh akan lebih awet dan
tahan terhadap mikroba. Proses pengeringan terhadap buah belimbing wuluh
dilakukan dengan menimbang sebanyak 11 kg buah segar dan dicuci dengan air
bersih. Buah belimbing yang telah bersih diiris memanjang dengan ketebalan 3cm,
kemudian dioven selama 37-40˚C dan dijemur sampai benar-benar kering.
Dihaluskan dan diperoleh 600 gram sampel berupa serbuk dengan rendemen 5,45%.
Selama proses pengeringan terdapat perubahan warna, tekstur dan berat. Buah
belimbing wuluh segar berwarna hijau dan masih segar atau keras, setelah dioven
berwarna kuning kecoklatan dan agak lunak., sedangkan setelah djemur berwarna
coklat dan kaku. Perubahan warna tsb disebabakan oleh terjadinya foto-oksidasi
pada buah belimbing wuluh, sedangkan perubahan tekstur dan berat disebabkan
buah belimbing wuluh kehilangan persen kandungan airnya.
4.4.
Metode ektraksi dengan variasi pelarut
Ekstraksi merupakan
peristiwa pemindahan massa senyawa aktif yang semula berada pada sel ditarik
oleh pelarut, sehingga terjadi larutan senyawa aktif dalam pelarut tsb
(ahmad,2006). Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
maserasi. Metode maserasi dipilih karena metode ini murah dan mudah dilakukan,
selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung pada buah belimbing wuluh
merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas, sehingga metode maserasi dinilai
lebih sesuai digunakan.
16
Pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi dipilih berdasarkan tingkat kepolaran dengan tujuan untuk
memperoleh ekstrak dalam jumlah yang besar, senyawa aktif pada buah belimbing
wuluh belum diketahui bersifat polar atau non polar. Pelarut terpilih itu
adalah akuades, metanol, etanol, kloroform dan petroleum eter. Akuades ,
metanol, dan etanol mewakili pelarut polar, sedangkan kloroform dan petroleum
eter mewakili pelarut nonpolar, hal ini didukung oleh nilai tetapan dielektrikum.
Sampel ditimbang
masing-masing 50 g kemudian direndam dalam 200ml pelarut selama 3x24 jam karena
proses ekstraksi akan berlangsung optimal dengan tersedianya waktu kontak yang
cukup antara pelarut dan sampel. Selama proses perendaman dilakukan pengocokan
untuk menyempurnakan kontak antara pelarut dan sampel. Larutan kemudian
disaring dan diperoleh filtrat dari berbagai pelarut dengan warna berbeda.
Tabel
Warna filtrat dari berbagai Pelarut.
Pelarut
|
Warna filtrat
|
Akuades
|
Coklat tua
|
Metanol
|
Coklat tua
|
Etanol
|
Coklat tua
|
Kloroform
|
Coklat muda
|
Petroleum eter
|
Kuning kehijauan
|
Filtrat
hasil penyaringan dipekatkan dengan rotary evaporation, sehingga pelarut dapat
diperoleh kembali. Setelah dilakukan pemekatan diperoleh ekstrak pekat yang
berbau seperti jamu dari berbagai pelarut dengan warna dan tekstur berbeda.
Tabel
Warna dan tekstur ekstrak pekat dari berbagai pelarut
Pelarut
|
Warna ekstrak pekat
|
Tektur ekstrak pekat
|
Akuades
|
Coklat tua
|
Gel
|
Metanol
|
Coklat tua
|
Cairan kental
|
Etanol
|
Coklat tua
|
Cairan kental
|
Kloroform
|
Coklat muda
|
Cairan agak kental
|
Petroleum eter
|
Hijau kecoklatan
|
Cairan agak kental
|
Perbedaan
warna filtrat, warna dan tekstur pekat dari berbagai pelarut diduga karena
sebagian besar senyawa pada belimbing wuluh cenderung bersifat polar seperti
flavonoid, sehingga lebih banyak terekstrak dalam pelarut akuades, metanol, dan
etanol dibandingkan pelarut kloroform dan petroleum eter. Berat ekstrak yang
dihasilkan oleh pelarut polar lebih
besar daripada pelarut nonpolar, sehingga diduga bahwa senyawa yang terdapat
pada buah belimbing wuluh cenderung bersifat polar seperti flavonoid. Berdasarkan hasil ekstraksi disimpulkan bahwa
pelarut yang direkomendasikan untuk proses ekstraksi buah belimbing wuluh
adalah pelarut yang bersifat polar yaitu akuades, metanol dan etanol.
17
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN
1.
Pelarut terbsik untuk memperoleh ekstrak
kasar senyawa antibakteri pada buah belimbing wuluh adalah etanol. Hal ini
didukung oleh berat ektrak pekat, uji golongan senyawa aktif dan uji
efektifitas aktibakteri.
2.
Golongan senawa aktif dari ektrak
terbaik buah belimbing wuluh yang berpotensi sebagai antibakteri adalah
flavonoid dan triterpenoid. Hal ini ditunjukkan oleh terbentuknya warna jingga
(flavonoid) dan ungu-merah (triterpenoid) pada ekstrak etanol.
3.
Ekstrak kasar buah belimbing wuluh masih
kurang efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli namun
tetap dianggap sebagai antibakteri.
5.2. Saran
Perlu adanya penelitian lanjut tentang jenis dan struktur senyawa
antibakteri pada buah belimbing wuluh. Disarankan untuk melakukan analisis
fraksinasi dan identifikasi menggunakan spektroskopi.
18
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
M.M., 2006, anti inflanmantory activities of nigella linn (online) , diakses
pada 27 maret 2017
Al-maraghi
A,M,. 1992. Terjemah tafsir al-maraghi, penerjemah: Abubakar, B,. Aly H,N,.
Toha Putra;semarang, hal 105-106
Daintith,
J., 1990 kamus lengkap kimia, erlangga, jakarta, hal 178,282,327, dan 458.
Faradisa,
M., 2008, uji efektifitas antimukroba senyawa saponin dari batang tanaman
belimbing wuluh, skripsi tidak diterbitkan, fakultas sains dann teknologi, UIN,
Malang.
Giwangkara,
E.G., 2007, spektrometer inframerah transformasi fourier, (online)diakses pada
27 maret 2017
Harborne,
J.B., 1984, metode fitokimia penuntun cara modern menganalisis tumbuhan,
penerbit ITB, Bandung, hal 47-109 dan
281
Hayati,
E.K., 2007
Komentar
Posting Komentar