makalah tentang prodi teknologi hasil pertanian
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
JURUSAN PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita sehingga terselesaikannya makalah “DASAR TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN ini. Makalah ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari mata pelajaran produktif jurusan Pertanian
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada para Guru, kakak angkatan, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan makalah.
Penulis sadar kalau makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk penyempurnaan makalah ini, penyusun mengharapkan saran yang menyangkut materi maupun penambahan pengetahuan yang sekiranya dapat menyempurnakan makalah ini, Semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Dasar-Dasar Teknologi Hasil Perikanan dan kalangan umum.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
2.1. Pengolahan Hasil Pertanian..................................................................... 2
2.2. Pengolahan Hasil perikanan.................................................................... 3
BAB III PENUTUP................................................................................................ 5
3.1. Kesimpulan............................................................................................. 9
3.2. Saran........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)
Komoditas perikanan mempunyai kecenderungan meningkat di pasaran dunia ditengah merosotnya perdagangan komoditas pertanian dan bahan pangan lainnya. Pemerintah terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan industri perikanan agar dapat meningkatkan produksinya untuk ekspor, sekaligus akan bermanfaat untuk meningkatkan hasil devisa negara dan sebagai saluran pemasaran baru bagi produksi rakyat ke luar negeri. Dengan pengembangan perikanan akan mendorong para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menginvestasikan modalnya disektor perikanan (Wahyudi dalam Khairul, 2003).
Pertanian dan perikanan merupakan sumber makanan yang sangat di butuhkan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu di perdalam ilmu mengenai pertanain dan perikanan.
Prinsip pengolahan hasil pertanian dan ikan pada dasarnya bertujuan membudidayakan hasil pertanian dan perikanan dengan cara dan teknik tertentu yang dapat menghasilkan produksi bahan pangan olahan.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui tahapan-tahapan dalam proses pengolahan hasil pertanian dan perikanan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pengolahan hasil pertanian dan perikanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Proses Pengolahan Hasil Pertanian
Pada penanganan hasil tanaman, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan segera setelah panen, tindakan tersebut bila tidak dilakukan segera, akan menurunkan kualitas dan mempercepat kerusakan sehingga komoditas tidak tahan lama disimpan. Perlakuan tersebut antara lain:
a) Pengeringan (drying) bertujuan mengurangi kadar air dari komoditas. Pada biji-bijian pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu agar dapat disimpan lama. Pada bawang merah pengeringan hanya dilakukan sampai kulit mengering.
b) Pendinginan pendahuluan (precooling) untuk buah-buahan dan sayuran buah. Buah setelah dipanen segera disimpan di tempat yang dingin/sejuk, tidak terkena sinar matahari, agar panas yang terbawa dari kebun dapat segera didinginkan dan mengurangi penguapan, sehingga kesegaran buah dapat bertahan lebih lama. Bila fasilitas tersedia, precooling ini sebaiknya dilakukan pada temperatur rendah (sekitar 10°C) dalam waktu 1 – 2 jam.
c) Pemulihan (curing) untuk ubi, umbi dan rhizom. Pada bawang merah, jahe dan kentang dilakukan pemulihan dengan cara dijemur selama 1 – 2 jam sampai tanah yang menempel pada umbi kering dan mudah dilepaskan/ umbi dibersihkan, telah itu juga segera disimpan di tempat yang dingin / sejuk dan kering. Untuk kentang segera disimpan di tempat gelap (tidak ada penyinaran) ! Curing juga berperan menutup luka yang terjadi pada saat panen.
d) Pengikatan (bunching) dilakukan pada sayuran daun, umbi akar (wortel) dan pada buah yang bertangkai seperti rambutan, lengkeng dll. Pengikatan dilakukan untuk memudahkan penanganan dan mengurangi kerusakan.
e) Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Kentang dan ubi jalar tidak disarankan untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena lapisan lilin p ada permukaan buah ikut tercuci. Pada pisang pencucian dapat menunda kematangan.
f) Pembersihan ( cleaning, trimming) yaitu membersihkan dari kotoran atau benda asing lain, mengambil bagian-bagian yang tidak dikehendaki seperti daun, tangkai atau akar yang tidak dikehendaki.
g) Sortasi yaitu pemisahan komoditas yang layak pasar (marketable) dengan yang tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau penyakit agar tidak menular pada yang sehat.
2.2. Proses Pengolahan Hasil perikanan
a) Pengalengan ikan
Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng (Murniyarti dan Sunarman, 2000). Diperjelas oleh Pratiwi dalam Khairul (2004), yang menyatakan bahwa pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa.
b) Prinsip Pengalengan
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Pengalengan ikan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pratiwi dalam Khairul (2004), menambahkan bahwa prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada.
c) Proses Pengalengan Ikan
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui. Adapula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah, atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008), menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan.
d) Persiapan Wadah
Di dalam pengalengan suatu produk, penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna. Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau adanya cacat lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air bersih ( Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan.
e) Penyiapan Bahan Mentah
Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar (Poernomo, 2002). Adapun ciri-ciri bahan baku yang baik adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Ciri-Ciri utama Ikan Segar dan Ikan yang Mulai Busuk
Ikan Segar
|
Ikan yang Mulai Busuk
| |
Kulit
|
· Warna kulit terang dan jernih
· Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama bagian perut
· Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas.
|
· Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak
· Kulit mulai terlihat mengendor di beberapa tempat tertentu.
|
Sisik
|
· Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
|
· Sisik mudah terlepas dari tubuh
|
Mata
|
· Mata tampak terang, jernih menonjol dan cembung
|
· Mata tampak surm, tenggelam dan berkerut.
|
Insang
|
· Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
· Insang tertutup oleh lendirberwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
|
· Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
· Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
|
Daging
|
· Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung
· Daging dan bagian tubuh yang lain berbau segar
· Bila daging ditekan dengan jari tidak terlihat lekukan
· Daging melekat kuat pada tulang
· Daging perut utuh dan kenyal
· Warna daging putih
|
· Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai
· Daging dan bagian tubuh yang lain mulai berbau busuk
· Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
· Daging mudah lepas dari tulang
· Daging lembek dan isi perut sering keluar
· Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama disekitar tulang punggung
|
Bila ditaruh di dalam air
|
· Ikan segar akan tenggelam
|
· Ikan yang sudah sangat membusuk aka mengapung di permukaan air
|
Sumber : Sofyan Ilyas dalam Afrianto dan Liviawaty dalam Khairul (1989).
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kaleng, dilakukan sortasi dan grading berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Kemudian dilakukan pembersihan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku yang dapat dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008). Proses penyiapan bahan baku ini juga disertai dengan proses pemotongan. Pemotongan bisa dilakukan dengan manual maupun alat mekanis.
f) Pengisian (Filling)
Pengisian wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian produk dilakukan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya Head space yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama sterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi kembung (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Bila head space terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Sebaliknya apabila “head space“ terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
g) Penghampaan Udara (Exhausting)
Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan tersebut adalah untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space. Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalamhead space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan jugaagitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi (Hudaya, 2008).
Exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup juga dalam keadaan panas. Untuk beberapa jenis produk, exhaustingdapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat larutan garam mendidih (Adawyah, 2008).
h) Penutupan Wadah (Sealing)
Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng/wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).
i) Sterilisasi
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan (Hudaya, 2008).
Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.
j) Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH rendah dan ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Pertanian dan Pengalengan ikan merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk membudidayakan hasil alam.
2. Proses pengalengan terdiri dari 8 tahap (Khairul, 2011), yaitu: persiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian (Filling), Penghampaan Udara (Exhausting), Penutupan Wadah (Sealing), sterilisasi, pendinginan (cooling), dan penyimpanan.
3. Kerusakan pada produk pengolahan hasil pertanian dan kaleng disebabkan oleh kerusakan pengolahan, kerusakan alat, dan kerusakan nonbakteriologi.
3.2. Saran
1. Setelah membaca tulisan ini di harapkan para pembaca bisa mengetahui perkembangan iptek dalam memenuhi kebutuhan primer terutama dalam pengalengan serta menambah ilmu untuk pembaca.
2. Sebaiknya dalam proses pengalengan ikan yang lebih diperhatikan adalah higenitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Poernomo, H.S. 2002. Teknologi Pengolahan Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Hudaya, S. 2008. Bagaimanakah Jalannya Proses Pengalengan Ikan.Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan.[http://software-komputer.blogspot.com/2008/04/bagaimanakah-jalannya-proses.html]. (14-10-2009).
please bantu buatin makalah tata hukum pemerintahan
BalasHapus